“Inilah tubuh-Ku yang diserahkan bagi kamu. Perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku.”
(1 Korintus 11:24)
Fenomena multitasking hari ini membuat kita terbiasa tidak sepenuhnya hadir. Tangan scrolling, telinga mendengar, dan mulut masih bisa merespons. Hasilnya? Banyak orang merasa tubuh tidak perlu benar-benar hadir. “Yang penting kan masih bisa denger dan jawab,” begitu katanya.
Meski memang kita bisa melakukan banyak hal sekaligus, kehadiran penuh tubuh tetap sangat penting. Bukan hanya supaya tidak terjadi miskomunikasi, tetapi juga agar orang-orang yang bersama kita benar-benar merasakan kehadiran kita. Terkadang, kehadiran tubuh bukan untuk kita sendiri, tapi untuk menjadi berkat bagi orang-orang di sekitar kita.
Allah memang maha hadir. Tapi mengapa Ia tetap memilih untuk berinkarnasi, bahkan mati secara jasmani? Karena Ia ingin memberi tahu kita secara serius: Ia sungguh ada bagi manusia berdosa. Bukan hanya “selalu hadir,” tapi benar-benar hadir. Bukan hanya hadir saat kita baik, tetapi saat kita jatuh pun Ia merengkuh keberdosaan kita. Ia tidak hanya melayani dengan tubuh-Nya, tapi memberikan tubuh-Nya sepenuhnya—lahir, hidup, dan mati. Bahkan setelah bangkit, Ia minta kita terus mengingat-Nya melalui perjamuan kudus: supaya kita tahu kasih-Nya hadir secara nyata dan total—bukan hanya konsep.
Maka kita pun dipanggil untuk melayani sesama dengan seluruh tubuh kita. Supaya kasih yang kita nyatakan terasa nyata. Supaya mereka yang kita temui mengalami kasih Kristus—melalui tubuh kita yang sungguh-sungguh hadir.
Leave a comment