Hidup di kampus berjalan dalam ritme yang nyaris otomatis. Jadwal kuliah, rapat, tugas, laporan, penelitian, pelayanan. Semuanya berulang. Tapi Roma 11:36 mengingatkan kita: “Segala sesuatu adalah dari Dia, oleh Dia, dan kepada Dia.”
Di balik hal-hal biasa itu, Allah sedang bekerja. Ia hadir, meski kita sering tak menyadarinya. Hidup sehari-hari ternyata bukan sekadar urusan fungsional, melainkan ruang di mana iman diuji dan kasih karunia dinyatakan.
Segala sesuatu berasal dari Dia.
Waktu, kesempatan belajar, tanggung jawab, bahkan rutinitas yang terasa membosankan, semuanya adalah anugerah. Tidak ada hari yang netral. Tuhan menenun setiap aktivitas agar kita belajar bersyukur dan bertumbuh.
Ketika kita melihat kelas yang padat, tugas yang menumpuk, atau pekerjaan sederhana sekalipun sebagai sesuatu yang dari Tuhan, kita mulai mengubah cara pandang: bukan lagi “menjalani kewajiban,” tetapi “menyambut panggilan.”
Disiplin hadir di kelas, mengerjakan tugas dengan sungguh, menjaga kebersihan ruang kerja, menghormati waktu dan orang lain, semuanya bisa menjadi wujud syukur. Hal-hal kecil adalah latihan setia bagi hal besar.
Refleksi:
Bagaimana saya dapat memandang ulang rutinitas kampus sebagai bagian dari anugerah Allah, bukan sekadar kewajiban?
Segala sesuatu berlangsung oleh Dia.
Allah bukan hanya memberi tugas, Ia juga memberi kekuatan untuk menjalaninya. Di tengah tekanan akademik, tuntutan kerja, atau relasi yang menantang, kasih karunia-Nya menopang.
Kita sering merasa cukup kuat dengan kemampuan diri. Namun justru di tengah kesibukan, kita diingatkan untuk berhenti sejenak dan menyadari bahwa tanpa Dia, segala usaha menjadi hampa. Ia hadir di ruang kelas, di balik layar laptop, di tengah lelah yang kita coba sembunyikan.
Hidup yang “biasa” adalah tempat pembentukan iman: belajar sabar dalam proyek yang belum selesai, jujur dalam penelitian, rendah hati saat gagal, dan tetap tekun ketika hasil belum terlihat. Saat kita bersandar pada Tuhan, rutinitas menjadi ruang pertumbuhan, bukan sekadar beban.
Refleksi:
Dalam bagian hidup kampus saya yang terasa berat atau berulang, bagaimana saya belajar bergantung pada Tuhan, bukan hanya pada kemampuan saya sendiri?
Segala sesuatu menuju kepada Dia.
Tujuan akhir hidup bukan efisiensi atau hasil, melainkan kemuliaan Allah. Ketika kita bekerja, belajar, melayani, dan berelasi dengan hati yang tertuju kepada-Nya, yang biasa pun menjadi ibadah.
Menjalani tugas dengan integritas, menolong teman tanpa pamrih, berbicara dengan kasih, mendengarkan dengan sabar—semua dapat menjadi persembahan yang harum bagi Tuhan. Ibadah bukan hanya di kapel, tetapi juga di kelas, di ruang kerja, di setiap percakapan kecil yang jujur.
Allah tidak menuntut kita melakukan hal besar setiap waktu. Ia memanggil kita setia dalam hal kecil—karena dari situlah kasih dan kemuliaan-Nya bersinar.
Refleksi:
Bagaimana saya dapat menjadikan aktivitas harian saya di kampus sebagai bentuk penyembahan kepada Allah, bukan sekadar rutinitas duniawi?
Penutup
Allah berdaulat atas seluruh kehidupan—termasuk yang tampak biasa.
Segala sesuatu berasal dari Dia, berjalan oleh Dia, dan berakhir kepada Dia. Maka, di tangan-Nya, tidak ada yang benar-benar “biasa.”
Rekomendasi Buku:
1. Liturgy of the ordinary : liturgi kehidupan sehari-hari.
Tish Harrison Warren
https://dewey.petra.ac.id/view/105140
2. Twelve Ordinary Men: bagaimana sang guru membentuk murid-murid-Nya menjadi besar dan apa yang Ia ingin lakukan dengan anda.
John MacArthur
https://dewey.petra.ac.id/view/93094
3. Labirin Kehidupan: spiritualitas sehari-hari bagi peziarah iman.
Joas Adiprasetya
Leave a comment