Belajar Mencukupkan Diri Adalah Pilihan Iman
"Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar."
— 1 Timotius 6:6
Dalam dunia yang mengukur nilai hidup lewat prestasi, harta, dan pencapaian, mencukupkan diri terasa seperti menyerah. Namun Alkitab justru berkata sebaliknya. Paulus mengaitkan ibadah sejati dengan rasa cukup—bukan kekayaan yang dicari, tapi hati yang tenang dalam penyertaan Tuhan.
Mencukupkan diri bukan berarti tidak bercita-cita atau tidak bekerja keras. Tetapi itu berarti berhenti menjadikan keinginan dunia sebagai pusat penyembahan. Rasa cukup datang ketika kita sadar bahwa Tuhan telah menyediakan apa yang benar-benar kita butuhkan. Seperti tertulis: asal ada makanan dan pakaian, cukuplah (1 Tim. 6:8).
Tantangannya adalah menyadari bahwa rasa tidak puas sering berakar dari penyembahan yang salah—bukan kepada Tuhan, tapi kepada uang, pengakuan, atau posisi. Paulus mengingatkan: cinta akan uang adalah akar segala kejahatan. Maka, renungkan: siapakah yang benar-benar aku sembah?
Rasa cukup bukan datang dari luar, melainkan dari keputusan hati yang ditopang oleh relasi dengan Kristus. Ini bukan sekadar perasaan, melainkan disiplin iman. Mari memilih untuk mencukupkan diri hari ini—karena Tuhan cukup.
Pertanyaan Reflektif:
Hal apakah yang membuat saya merasa "tidak cukup" dalam hidup ini?
Apakah saya selama ini lebih menyembah berkat Tuhan daripada Pribadi-Nya?
Leave a comment