Matius 6:6
Berapa banyak dalam kehidupan ini, kita dengan sengaja masuk ke dalam kamar - dalam arti literal atau figuratif (yang artinya menyiapkan waktu secara khusus) untuk berdoa? Jangan-jangan kita terlalu sibuk, untuk melakukan pekerjaan, menjalani kewajiban, dan tanggung jawab kita, sehingga kita tidak “sempat” berdoa. Mungkin kita tetap akan berdoa, jika sedang ada kebutuhan atau sedang dalam situasi gawat darurat. Namun Alkitab dengan jelas mengajarkan doa bukan sebagai “ritualitas tanpa makna” atau dijadikan sebagai “jampi-jampi” yang berguna di saat sedang kesulitan. Doa seharusnya menjadi sebuah relasi yang passionate (baca: menggairahkan) kita dengan Tuhan.
Ada satu kata yang diulang dua kali dalam ayat 6 ini, yakni “tersembunyi.” Tuhan Yesus menekankan ketersembunyian dalam doa sebagai kontras dari motivasi orang Farisi dan ahli Taurat yang berdoa hanya sekadar sebagai ajang pencari sensasi. Doa bukan urusan netizen, tapi urusan personal kita. Di dalam ketersembunyian, kita bukan menjadi seperti apa yang dunia ini inginkan, tetapi kita bisa datang sebagai siapa kita ini sesungguhnya. Kita bisa menyampaikan segala keluh kesah, isi hati, bahkan uneg-uneg, kemarahan, gibahan, asumsi, dan hal-hal apapun kepada Bapa yang baik.
Dan yang luar biasa, Tuhan Yesus juga menyatakan bahwa Bapa itu melihat yang tersembunyi. Pertama-tama, hal ini berarti Ia tahu dan mendengar doa yang jujur yang kita naikkan kepada-Nya. Tetapi lebih dari itu, Bapa yang melihat yang tersembunyi ini juga berarti Bapa yang mengorek isi hati yang terdalam kita. Ia menyingkapkan berhala kita, nafsu kita, keinginan kita, hasrat kita, dan apapun yang bahkan mungkin kita inginkan tanpa kita sadari lagi. Tujuannya jelas bukan untuk mempermalukan, tetapi untuk memberi yang terbaik, yaitu bukan memberi apa yang kita inginkan, atau mengabulkan apa yang memang kita butuhkan, tetapi Ia memberi apa yang benar-benar kita perlukan, yang selama ini kita gagal sadari.
Hal inilah yang menjadikan mengapa doa seharusnya menjadi the best time dalam hidup kita. Karena di waktu doa, ga usah topeng, casing, atau riasan apapun. Dia terima kita apa adanya. Tetapi bukan sekadar terima kita apa adanya, tetapi juga bentuk kita jadi pribadi yang lebih baik lagi.
So, hari ini, maukah kita “masuk ke kamar, kunci pintu” supaya kita available bagi Tuhan dan mengalami the best day ever didengar dan mendengar Dia?
Leave a comment