Menghadapi Burnout
Fri, 13 Oct 2023

Follow the stories of academics and their research expeditions
Siapa yang tidak pernah mengalami stres? Setiap dari kita umumnya pernah mengalami yang namanya stres. Sebagaimana orang bilang, “adulting is hard.” Kita “takut menjadi dewasa” karena semakin bertambahnya usia, semakin rumit problem dan tekanan hidup yang kita alami sehingga makin mudah memunculkan stres. Tapi, apa sebenarnya stres itu? Lalu, apa yang membedakan stres dengan burnout?
Sederhananya stres adalah mekanisme tubuh kita ketika menghadapi ancaman. Mekanisme ini merupakan respon saraf otak yang mempengaruhi kondisi psikologis kita. Ancaman ini tidak selalu binatang buas seperti yang dialami oleh leluhur kita di zaman purba. Era di mana kita hidup sekarang ini membuat kita memiliki banyak waktu untuk berpikir, mengevaluasi, dan merasa terancam dengan banyak hal. Contohnya, masa depan yang tidak bisa kita prediksi, respons orang lain, apa yang orang pikirkan tentang kita, bagaimana atasan melihat kita, serta banyak hal lain.
Stres memang bisa mengganggu fungsi hidup kita tapi pada naturnya stres adalah respon alamiah tubuh yang sudah Tuhan rancang. Hal itu baik karena dengan stres kita dapat langsung berespons tanpa perlu pikir panjang ketika ada bahaya. Alaminya, stres itu akan mereda sendiri ketika ancaman itu sudah berlalu atau dengan kata lain kita bisa melewati siklus stres. Problemnya adalah bagaimana ketika stres itu tidak bisa reda dan kita terjebak dalam siklus tiada henti?
Stres dalam intensitas yang tinggi dan terjadi terus-menerus inilah yang dikenal dengan burnout. Seperti halnya kisah Gerald, mahasiswa 20 tahun yang penuh komitmen dan pengabdian. Ia terlibat aktif dalam organisasi. Tak hanya itu, tentunya berbagai kepanitiaan serta pelayanan sudah ia tekuni, prestasinya dalam hal akademik juga tidak kalah membanggakannya. Hingga suatu ketika, ia mulai merasa lelah karena begitu banyak hal yang dipercayakan kepadanya. Bagaimana tidak? Tiap kali suatu kegiatan membutuhkan pengisi acara, Gerald selalu ada di situ. Vokalnya memuaskan telinga, tampang rupawan penyejuk mata, dan yang terutama ia bisa diminta bantuan secara dadakan dengan hasil yang cepat dan profesional! Bak Bandung Bondowoso yang mampu membangun seribu candi dalam satu malam. Ketika kerja tim, Gerald juga selalu bisa diandalkan. Tak perlu ragu memberi porsi besar untuk dirinya, semua bisa diselesaikan oleh Gerald meski harus dibayar dengan menghabiskan tiga gelas Americano dan mata yang tidak pernah terpejam hingga matahari menyapa kembali.
Sayangnya, Gerald yang dulu ramah, kini perlahan mulai berubah menjadi pribadi yang murung. Ia sudah tidak bisa menikmati kesukaannya dalam bernyanyi. Tak jarang juga, keluar kata-kata sinis dan pesimis darinya ketika teman-temannya mengusulkan ide-ide kreatif. Berkali-kali juga Gerald berceletuk tentang bagaimana dirinya yang paling banyak “berkorban” untuk organisasi yang ia dulu anggap sebagai keluarga kedua. Sesungguhnya, apa yang dialami Gerald merupakan gejala burnout yang perlu diwaspadai. Gejala itu antara lain adalah hilangnya rasa empati, cenderung sinis dan pesimis, serta merasakan lelah yang berkepanjangan baik secara fisik maupun mental.
Jika begitu, bagaimana kita bisa menghadapi burnout? Gol utama ketika berhadapan dengan burnout adalah menyelesaikan siklus stresnya. Langkah praktis yang bisa dilakukan dengan sederhana untuk melewati siklusnya adalah dengan deep breathing, salah satu praktik dari mindfulness. Kita juga bisa coba cara lain dengan cari partner untuk bicara, bercanda atau berinteraksi sosial untuk melepas kejenuhan. Alternatif lainnya bisa juga dengan mengekspresikan rasa stres itu ke aktivitas yang membuat rasa antusias, entah itu olah raga, berkebun, melukis, menyanyi, atau kegiatan lainnya. Selamat mencoba!
Fri, 13 Oct 2023
Tue, 05 Sep 2023
Leave a comment